Global searching is not enabled.
Skip to main content
Forum

FORUM DISKUSI 3

Dinamika politik pasca-kemerdekaan

Re: Dinamika politik pasca-kemerdekaan

by ROISMA AULIYA ANNISA' - Number of replies: 0
Dinamika politik pasca-kemerdekaan Indonesia, termasuk periode reformasi, sangat memengaruhi konstruksi dan rekonstruksi identitas nasional. Berikut adalah beberapa aspek yang relevan:

1. Periode Awal Kemerdekaan (1945-1959)
Konsep Nasionalisme Multikultural: Identitas nasional dibangun di atas asas Bhinneka Tunggal Ika, menekankan kesatuan dalam keberagaman. Namun, upaya membentuk identitas nasional ini menghadapi tantangan berupa tarik-menarik antara ideologi nasionalis, Islam, dan komunisme.
Konflik dan Disintegrasi: Pemberontakan daerah seperti DI/TII dan PRRI/Permesta menunjukkan ketegangan antara pusat dan daerah, serta perbedaan pandangan tentang identitas nasional.
Demokrasi Parlementer: Identitas nasional masih rapuh karena instabilitas politik akibat pergantian kabinet yang sering terjadi.
2. Orde Lama (1959-1966)
Dominasi Ideologi Sukarno: Sukarno mempromosikan identitas nasional berbasis "Nasakom" (nasionalisme, agama, komunisme) untuk menyatukan berbagai kekuatan politik. Namun, ketegangan ideologis antara kelompok Islam dan komunis makin memuncak, terutama menjelang G30S/PKI.
Sentralisasi Narasi Kebangsaan: Sukarno menekankan anti-imperialisme dan pembangunan nasional sebagai bagian dari identitas bangsa, tetapi penguatan retorika ini tidak selalu mencerminkan realitas sosial.
3. Orde Baru (1966-1998)
Pembangunan sebagai Identitas Nasional: Orde Baru di bawah Soeharto memusatkan identitas nasional pada stabilitas, pembangunan ekonomi, dan modernisasi. Slogan seperti "Pancasila sebagai asas tunggal" digunakan untuk menanamkan loyalitas terhadap negara.
Homogenisasi Identitas: Pemerintah Orde Baru cenderung menekan keberagaman budaya dan politik lokal. Kebijakan sentralisasi membuat identitas nasional lebih seragam, tetapi mengabaikan aspirasi lokal, yang kemudian memicu resistensi.
Penindasan Kebebasan: Penggunaan kekuatan militer untuk menjaga stabilitas menciptakan ketakutan dan ketidakpuasan, yang menjadi tantangan bagi identitas nasional berbasis inklusi.
4. Reformasi (1998-Sekarang)
Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Reformasi membuka ruang bagi daerah untuk mengekspresikan identitas lokal mereka. Hal ini menciptakan rekonstruksi identitas nasional yang lebih pluralistik, tetapi juga memunculkan potensi disintegrasi.
Kebangkitan Identitas Lokal dan Agama: Demokratisasi memungkinkan ekspresi identitas berbasis agama, etnis, dan budaya yang sebelumnya ditekan. Namun, ini juga menyebabkan fragmentasi sosial dan munculnya intoleransi.
Reformasi Hukum dan Politik: Identitas nasional kembali didefinisikan dalam konteks demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan sosial. Meskipun demikian, tantangan seperti korupsi, politik identitas, dan polarisasi masih menghambat konsolidasi identitas yang inklusif.
Globalisasi: Identitas nasional juga diuji oleh pengaruh global, seperti budaya pop, teknologi, dan ekonomi internasional, yang dapat memperlemah nilai-nilai tradisional atau memunculkan identitas baru.
Kesimpulan
Identitas nasional Indonesia merupakan konstruksi yang terus berkembang, dipengaruhi oleh konteks politik, sosial, dan ekonomi di setiap era. Ketegangan antara keberagaman lokal dan kesatuan nasional menjadi tema utama yang terus berulang. Pasca-reformasi, terdapat peluang untuk membangun identitas nasional yang lebih demokratis, inklusif, dan adaptif, tetapi tantangan berupa polarisasi dan ketimpangan masih perlu diatasi.