Diskusi Pembelajaran 14

Banyuwangi Tanggap Stunting

Banyuwangi Tanggap Stunting

by AISYAH NUR RAHMADIAN -
Number of replies: 0

A. LATAR BELAKANG

Banyuwangi Tanggap Stunting (BTS) adalah sebuah program yang inovatif dan inisiatif komprehensif yang diluncurkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk mengatasi masalah stunting. Stunting, sebagai masalah gizi kronis pada anak balita, menjadi perhatian serius karena berdampak pada pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak.

Adanya peluncuran program ini karena tingginya angka stunting di Banyuwangi. Beberapa faktor yang berkontribusi pada masalah ini antara lain: keterbatasan akses terhadap makanan bergizi, praktik pengasuhan yang kurang tepat, kondisi lingkungan yang tidak bersih, serta faktor sosial ekonomi.

Tujuan utama dari program BTS Banyuwanagi Tanggap Stunting ini adalah untuk mencegah dan menurunkan angka stunting di wilayah Banyuwangi. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak, serta mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Inovasi menjadi ciri khas dari program BTS. Selain pemberian makanan tambahan, program ini juga melibatkan berbagai inovasi seperti sistem informasi untuk memantau pertumbuhan anak, kolaborasi lintas sektor, peningkatan kapasitas masyarakat, dan pemanfaatan teknologi.

Dengan pendekatan yang komprehensif dan inovatif, program BTS diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya penurunan angka stunting di Banyuwangi dan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

Tinggginya angka pertumbuhan stunting di Kabupaten Banyuwangi ini merupakan suatu hal yang sangat serius.

1. Apa saja faktor utama yang menyebabkan tingginya angka stunting di Kabupaten Banyuwangi?

2. Sejauh mana peran masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting di Kabupaten Banyuwangi?

C. TUJUAN

Untuk mengetahui seberapa berhasilnya program ini dalam mengurangi Stunting di Kabupaten Banyuwangi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Stunting

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menterí yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. (sumber Perpres 72 Tahun 2021). Terlahirnya janin atau bayi dalam kondisi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu ciri dari Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), selain terlahir dengan berat badan rendah bayi juga akan mengalami gangguan oksigenasi akibat kekurangan asupan nutrisi saat masih menjadi embrio dan bertumbuh sebagai janin.Stunting juga bisa terjadi karena faktor lainnya seperti kurangnya asupan gizi pada ibu selama hamil dan juga kurangnya asupan gizi anak sejak lahir sampai memasuki usia 2-5 tahun. Asupan yang dimaksud yakni ASI dan MPASI atau yang dikenal sebagai makanan pendamping ASI. Kurangnya mengonsumsi makanan seperti protein, mineral zinc, dan zat besi bisa menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya stunting bayi yang sedang bertumbuh.

Word Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stunting dapat dipengaruhi perkembangan anak dari tahap awal konsepsi sampai tahun ketiga atau keempat kehidupam sehingga keadaan gizi ibu dan anak penetu dalam pertumbuhan. Secara global terdapat 1 dari 4 anak yang mengalami stunting. Kurangnya gizi kronis yang terjadi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan anak yang berlangsung lama menyebabkan lamanya perkembangan otak serta lamanya tumbuh kembangnya anak merupakan pengertian dari stunting. Masalah stunting meliputi masalah kesehatan yang berhubungan dengan adanya peningkatan resiko kesakitan, kematian serta hambatan dan pertumbuhan yang terjadi pada anak baik dalam pertumbuhan motorik maupun mental. Seorang anak dianggap mengalami stunting jika tinggi badan mereka lebih dari standar usiannya.

Penyebab utama stunting diantaranya, asupan gizi dan nutrisi yang kurang mencukupi kebutuhan anak, pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi bagi ibu hamil dan ibu menyusui, buruknya sanitasi lingkungan tempat tinggal seperti kurangnya sarana air bersih dan tidak tersedianya sarana MCK yang memadai serta keterbatasan akses fasilitas kesehatan yang dibutuhkan bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita. Dampak stunting pada anak akan terlihat pada jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek berdampak terhadap pertumbuhan fisik yaitu tinggi anak di bawah rata-rata anak seusianya. Selain itu, juga berdampak pada perkembangan kognitif dikarenakan terganggunya perkembangan otak sehingga dapat menurunkan kecerdasan anak. Sedangkan untuk jangka panjang, stunting akan menyebakan anak menjadi rentan terjangkit penyakit seperti penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas di usia tua. Selain itu, dampak jangka panjang bagi anak yang menderita stunting adalah berkaitan dengan kualitas SDM suatu negara. Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Jika stunting tidak segera diatasi hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan kualitas SDM di masa yang akan datang.

TUJUAN PROGRAM BTS

BTS (Banyuwangi Tanggap Stunting) sebagai inovasi baru Kabupaten Banyuwangi. Tujuan utama dari program inovasi Banyuwangi Tanggap Stunting adalah untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Banyuwangi. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis dalam waktu yang panjang. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada perkembangan fisik dan mental anak.

Secara lebih spesifik, tujuan program ini adalah:

▪ Mencegah terjadinya stunting:

Melalui berbagai intervensi seperti pemberian makanan tambahan, edukasi gizi, dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan.

▪ Mempercepat penurunan angka stunting:

Menargetkan penurunan angka stunting secara signifikan dalam jangka waktu tertentu.

▪ Meningkatkan kualitas hidup anak:

Dengan mencegah stunting, anak-anak akan memiliki peluang yang lebih baik untuk tumbuh kembang secara optimal dan mencapai potensi mereka.

▪ Membangun masyarakat yang sehat:

Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan, sehingga tercipta masyarakat yang lebih sehat secara keseluruhan.

Menurut Bupati Banyuwangi Ipuk mengatakan tenaga dan sumberdaya terbatas, karena itu harus ada skala prioritas penanganan dan pencegahan stunting.

▪ Pertama adalah penanganan. Untuk penanganan prioritas utama adalah penanganan anak usia kurang dari 2 tahun. Prioritas kedua adalah anak usia 2 hingga 5 tahun.

▪ Kedua adalah pencegahan. Untuk pencegahan prioritas pertama adalah Ibu hamil berisiko tinggi juga menjadi prioritas utama. Ibu hamil harus dipantau untuk memastikan tidak ada kelahiran dengan dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

• Sementara untuk prioritas kedua pencegahan adalah calon pengantin, dengan memberikan pendampingan dan konseling terkait stunting. Prioritas ketiga adalah remaja putri.

"Meski tenaga terbatas, tapi banyak yang bisa dilibatkan. Seperti organisasi wanita, misalnya Aisyiah, Muslimat, PKK, dan lainnya," kata Ipuk.

Untuk mendukung program ini, Hari Belanja Pasar Tradisional dan UMKM yang digelar tiap bulan pada tanggal cantik diarahkan pada kebutuhan anak-anak stunting, seperti belanja susu, vitamin, makanan berprotein, dan lainnya.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Tingginya angka stunting di Banyuwangi merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berikut adalah beberapa faktor utama yang berkontribusi pada tingginya angka stunting di daerah ini:

Faktor Ekonomi :

1. Kemiskinan:

Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah seringkali kesulitan mengakses makanan bergizi yang cukup.

2. Pengeluaran untuk kebutuhan pokok:

Prioritas pengeluaran yang lebih besar untuk kebutuhan pokok seperti pangan pokok, seringkali mengorbankan pembelian makanan yang bergizi

Faktor Sosial Budaya:

1. Praktik Pengasuhan:

Praktik pengasuhan yang kurang tepat, seperti pemberian makanan tambahan yang tidak sesuai usia atau frekuensi, dapat meningkatkan risiko stunting.

2. Kepercayaan terhadap mitos:

Kepercayaan terhadap mitos atau kebiasaan tertentu yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif atau pemberian makanan pendamping ASI yang tepat.

3. Status Pendidikan:

Pendidikan yang rendah seringkali dikaitkan dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan anak.

Faktor Kesehatan

1. Akses terbatas pada layanan kesehatan:

Terutama di daerah pedesaan, akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan yang memadai masih terbatas.

2. Kualitas layanan kesehatan:

Kualitas pelayanan kesehatan yang kurang baik dapat mempengaruhi deteksi dini dan penanganan kasus stunting.

3. Infeksi berulang:

Infeksi berulang pada anak dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan memperparah kondisi stunting.

Faktor Lingkungan 1. Sanitasi yang buruk:

Sanitasi yang buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi yang dapat mengganggu pertumbuhan anak.

2. Ketersediaan air bersih:

Akses yang terbatas pada air bersih dapat mempengaruhi kebersihan makanan dan minuman, serta meningkatkan risiko penyakit.

Faktor Lainnya

1. Ketersediaan pangan lokal:

Keterbatasan pangan lokal yang bergizi dapat mempengaruhi asupan nutrisi anak.

2. Perubahan iklim:

Perubahan iklim dapat mempengaruhi produksi pangan dan ketersediaan air bersih.

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT:

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi:

• Bupati dan Wakil Bupati:

Memimpin dan mengarahkan program, serta melakukan advokasi ke berbagai pihak.

• Dinas Kesehatan:

Bertanggung jawab atas pelaksanaan program di lapangan, termasuk identifikasi kasus, intervensi gizi, dan pemantauan.

• Dinas Sosial:

Memberikan dukungan bagi keluarga berisiko stunting, terutama dalam aspek sosial ekonomi.

• Dinas Pendidikan:

Melakukan edukasi gizi di sekolah-sekolah dan melibatkan guru serta siswa dalam program.

• Dinas Pertanian:

Mendukung ketersediaan pangan bergizi melalui program pertanian dan perikanan.

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya:

• Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB):

Fokus pada promosi kesehatan reproduksi dan keluarga.

• Dinas Komunikasi dan Informatika:

Melakukan sosialisasi program melalui berbagai media.

Instansi Terkait:

• Puskesmas:

Melakukan pelayanan kesehatan dasar, termasuk pemeriksaan gizi dan imunisasi.

• Posyandu:

Sebagai tempat pertemuan ibu dan anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan informasi gizi.

Mitra:

• BKKBN:

Memberikan dukungan teknis dan pendanaan dalam upaya penurunan stunting.

• Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM):

Berperan dalam advokasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat.

• Dusun Sehat:

Sebagai unit terkecil dalam pelaksanaan program, melibatkan masyarakat secara langsung.

• Akademisi:

Melakukan penelitian dan memberikan masukan untuk perbaikan program.

• Swasta:

Dapat berperan sebagai donatur atau mitra dalam penyediaan layanan kesehatan dan gizi.

• Organisasi wanita, Aisyiah, Muslimat, PKK, dan lainnya,

• Pasar Tradisional dan UMKM

Tugas dan Tanggung Jawab:

▪ Identifikasi kasus:

Menemukan anak-anak yang mengalami stunting atau berisiko stunting.

▪ Intervensi:

Memberikan penanganan yang tepat, seperti pemberian makanan tambahan, suplementasi, dan stimulasi.

▪ Pencegahan:

Melakukan upaya pencegahan stunting melalui edukasi, perbaikan sanitasi, dan peningkatan akses terhadap makanan bergizi.

▪ Pemantauan dan evaluasi:

Melakukan pemantauan secara berkala untuk melihat perkembangan kasus dan efektivitas program.

▪ Kolaborasi:

Membangun kerja sama yang baik antara berbagai pihak untuk mencapai tujuan bersama.

Program Banyuwangi Tanggap Stunting melibatkan berbagai pihak dengan peran yang saling melengkapi. Kolaborasi yang kuat antar semua pihak menjadi kunci keberhasilan dalam menurunkan angka stunting di Banyuwangi.

Sebelum Adanya Program BTS:

• Penanganan Stunting Terfragmentasi:

Penanganan stunting cenderung dilakukan secara parsial oleh masing-masing instansi, tanpa koordinasi yang baik.

• Kurangnya Data Akurat:

Data mengenai kasus stunting seringkali tidak lengkap dan tidak terintegrasi, sehingga sulit untuk melakukan evaluasi program secara efektif.

• Edukasi Masyarakat Terbatas:

Pemahaman masyarakat tentang stunting dan cara pencegahannya masih rendah.

• Akses Layanan Terbatas:

Tidak semua masyarakat, terutama di daerah terpencil, memiliki akses yang mudah terhadap layanan kesehatan dan gizi.

• Kurangnya Kolaborasi:

Kurangnya koordinasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dalam upaya penurunan stunting.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Program Banyuwangi Tanggap Stunting (BTS) adalah program yang diluncurkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk menangani dan mencegah stunting pada anakanak. Banyuwangi tanggap stunting ini merupakan program yang inovatif dan sangat membantu dalam menurunkan jumlah stunting di Kabupaten Banyuwangi. Program ini memiliki dua basis dan tiga pilar. Dua basis tersebut adalah kolaborasi lintas sektor dan upaya menuju zero stunting. Sedangkan tiga pilar yang pertama adalah mengidentifikasi balita stunting secara tepat, yang kedua adalah memperbaiki problem yang menjadi faktor penyebab stunting, dan yang ketiga adalah mengukur tumbuh kembang janin hingga anak usia di bawah 2 tahun. Program ini juga menyediakan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk ibu hamil berisiko tinggi serta balita yang mengalami stunting, wasting, dan underweight. PMT ini menggunakan pangan lokal yang ada di Banyuwangi, seperti ikan lemuru, telur, daging, dan sayuran. Program ini telah menunjukkan hasil yang positif, dengan penurunan angka stunting dari 3,53% menjadi 2,46% pada tahun 2024. Jadi bisa disimpulkan bahwasannya program ini berhasil dalam menurunkan jumlah stunting di Kabupaten Banyuwangi.

B. SARAN

Banyuwangi tanggap stunting ini merupakan program yang inovatif dan sangat membantu dalam menurunkan jumlah stunting di Kabupaten Banyuwangi. Agar program ini berjalan dengan maksimal, diperlukan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program, serta evaluasi secara berkala untuk mengidentifikasikan kelemahan dan untuk melakukan peningkatan. Transparansi juga sangat diperlukan guna meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.