PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dan informasi yang kian canggih membuat tuntutan zaman turut bertambah seiring kebutuhan manusia yang semakin kompleks. Seperti kebutuhan informasi yang bahkan kini menjadi kebutuhan primer sebagai manusia agar dapat bertahan hidup. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada kalangan akademisi atau golongan masyarakat menengah keatas, akan tetapi pada kalangan awam yang tidak pernah mengecap dunia pendidikan tingkat tinggi. Artinya dunia informasi kini sudah merambah ke kehidupan perindividu, dengan catatan informasi tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya menjadi sajian informasi sesaat tanpa ada pengaruh di kehidupan mereka untuk memecahkan permasalahan yang di hadapi. Internet sebagai media akses informasi keberadaannya semakin dibutuhkan. Melalui internet informasi apapun dapat manusia telusur dan menjadi bagian dari sebuah jawaban dari permasalahan yang sedang manusia hadapi atau sebagai referensi dalam pengambilan sebuah keputusan. Saat ini miliaran informasi tersedia di internet baik berupa data, berita, karya ilmiah ataupun hiburan, gratis ataupun berbayar. Ada format pdf, word, ppt, html, jpeg, flv, dan lain-lain. Siapapun bisa mengisi content apapun di internet. Informasi yang terunggah di internet pun tanpa filter. Sudahkah manusia bijak dalam memilah informasi yang benar dan menggunakannya secara benar dan tepat. Karena akan menjadi sebuah hal yang fatal apabila manusia salah dalam mendapatkan informasi yang di telusuri melalui internet. Kemudian informasi tersebut dijadikan sebagai pegangan dalam menjawab permasalahan / pengambilan keputusan dari permasalahan yang dihadapi. Untuk mendapatkan informasi yang cepat dan tepat/benar diantara miliaran informasi yang berserakan di internet. Sehingga diperlukan suatu keterampilan/kemampuan dalam mencari dan memilah informasi-informasi tersebut. Adapun ketidakadaan kemampuan seseorang dalam mencari informasi yang efektif itu akan membuat seseorang gamang/ ragu dalam membuat sebuah keputusan yang bisa jadi sangat berarti dalam hidupnya. Berpijak pada kekuatiran ini, sehingga tidak terlalu berlebihan apabila dikatakan jika keahlian, keterampilan maupun kecakapan seseorang untuk mampu mendapatkan informasi yang benar-benar efektif sesuai yang dibutuhkan menjadi sangat krusial dan perlu. Tanpa adanya kemampuan seseorang dalam mengakses informasi yang melimpahruah tersebut, akan memunculkan banyak sampah informasi yang bahkan akan menghambat seseorang untuk maju. Keahlian, kecakapan maupun keterampilan tersebut dalam konteks ini dikenal dengan kemampuan literasi informasi.
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mampu :
- Menjelaskan konsep literasi informasi
- Menjelaskan dan memahami kompetensi literasi informasi yang harus dimiliki sebagai seorang mahasiswa
- Menerapkan literasi informasi di kehidupan sehari-hari
- Memiliki kemampuan literasi informasi
Perpustakaan, Civitas Akademika dan Literasi Informasi
Istilah literasi informasi mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam dunia pendidikan dan perpustakaan dewasa ini, literasi informasi menjadi topik diskusi yang ramai dibicarakan, menurut Forest Woody Horton hal tersebut dikarenakan konsep literasi informasi menjadi sesuatu yang sangat penting bagi seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Bahkan lembaga dunia seperti UNESCO juga memiliki kepentingan untuk dapat mensejahterakan masyarakat di berbagai belahan dunia, sehingga begitu mendukung peningkatan pengetahuan masyarakat.
Definisi Literasi informasi yang dikemukakan oleh American Library Association (ALA, 1989) menyatakan bahwa orang yang melek informasi adalah orang yang :
“..have learned how to learn. They know how to learn because they know how knowledge is organized, how to find information, and how to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or decision at hand”.
Dengan kata lain, orang yang melek informasi : tahu cara belajar, tahu cara pengetahuan tersusun, tahu cara mencari informasi, dan tahu cara menggunakan informasi sedemikian rupa sehingga orang lain dapat belajar dari mereka. Mereka ini orang yang siap untuk belajar sepanjang hayat karena mereka selalu mampu mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk berbagai kebutuhan atau keputusan.
Melek informasi atau literasi informasi atau information literacy adalah ‘Kemampuan/keterampilan’. Setiap orang memilikinya dalam tingkat yang berbeda dari satu orang ke orang yang lain. Peningkatan kemampuan bergantung pada kegiatan, kesadaran dan usaha setiap orang. Dan pengambilan keputusan dari sumber informasi yang tepat akan menjawab setiap permasalahan yang dihadapi secara tepat pula. Adapun pustakawan adalah profesi yang tepat dalam memberikan literasi informasi kerena pustakawan memiliki keahlian dalam bidang informasi diantaranya manajemen informasi, keterampilan penelusuran informasi, metadata, dan pengetahuan menilai kebenaran sumber informasi. Literasi informasi merupakan salah satu komponen penting yang harus dimiliki setiap warga dan berkontribusi dalam mencapai pembelajaran seumur hidup.
Menurut Association of College and Research Libraries (ACRL) dalam Information literacy competency standards for higher education (Libraries and Association 2000) mahasiswa yang memiliki keterampilan dalam literasi informasi, akan memiliki kemampuan standard sebagai berikut :
-
Menentukan batas informasi yang diperlukan;
-
Mengakses informasi yang dibutuhkan dengan efektif dan efisien;
-
Mengevaluasi sumber-sumber informasinya dengan kritis;
-
Memadukan sejumlah informasi yang terpilih menjadi dasar pengetahuan seseorang;
-
Menggunakan informasi dengan efektif untuk mencapai tujuan tertentu, dan
-
Mengerti masalah ekonomi, hukum, dan sosial sehubungan dengan penggunaan informasi, serta mengakses informasi secara etis dan legal.
Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang ada di dalam menyikapi kemajuan TIK sebagai sarana proses pembelajaran. Hadirnya World Wide Web, memberikan kemudahan perpustakaan Perguruan Tinggi untuk mereproduksi, mendistribusi serta memberikan akses informasi bagi kebutuhan pengguna melalui kemasan digital library. Seperti yang tertuang pada (Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan) pada Bab V Pasal 14 alinea 3 “Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi”. Dengan demikian pustakawan sebagai pengelola informasi di perpustakaan dituntut aktif pula dengan perkembangan TIK untuk kebutuhan layanan informasi bagi para penggunanya (civitas akademika).
Di perguruan tinggi kemampuan literasi informasi mahasiswa menjadi keharusan. Kemampuan ini akan sangat mendukung kegiatan proses belajar mengajar, bahkan menjadi sarana yang sangat penting dalam menumbuhkan daya berpikir kritis. Kenyataannya tidak banyak mahasiswa yang mengetahui konsep literasi informasi, tidak banyak pula mahasiswa yang mencari kebutuhan informasinya lewat jalan dan prosedur yang benar.
Konsep literasi informasi yang ada dalam perguruan tinggi sama dengan apa yang akan dikembangkan melalui program-program literasi informasi lainnya, yaitu mengembangkan kemampuan pengguna dalam menetapkan hakikat dan menyesuaikan kebutuhan informasi, mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien, mengembangkan informasi dan ketersediaan secara efektif kritis, menggunakan informasi untuk keperluan tertentu.
Kemampuan untuk menggunakan informasi mutlak diperlukan oleh civitas akademika karena perguruan tinggi adalah tempat untuk berbagi dan pengembangan pengetahuan. Mampu menggunakan informasi saja tidak cukup, tetapi harus mampu menggunakan dan memanfaatkan informasi secara efisien dan etis.
Keberagaman jenis informasi yang tersedia saat ini dalam berbagai format (cetak atau elektronik) menambah daftar panjang kemampuan penggunaan dan pemanfaatan informasi. Perpustakaan sebagai penyedia sumber informasi juga bertanggung jawab untuk mempromosikan dan memfasilitasi literasi informasi untuk dipahami dan menjadikan civitas akademika (mahasiswa, dosen, pustakawan, dan staff) melek informasi.
Dalam Dictionary Library and Information Science, literasi informasi adalah kemampuan dalam menentukan informasi yang dibutuhkan termasuk pemahaman bagaimana perpustakaan diatur, mengenali sumber informasi (termasuk format dan alat penelusuran informasi) dan ilmu pengetahuan dan teknik yang dibutuhkan, selain itu juga mencakup kemampuan untuk mengevaluasi isi informasi secara kritis dan menggunakannya dengan efektif Kemudian seiring perkembangan konsep literasi informasi, definisinya pun semakin beragam tergantung pada subjek penelitiannya, Hepworth yang merupakan salah satu anggota Chartered Institute of Library and Information Professionals (CILIP) mendefinisikan literasi informasi pada kalangan pendidikan tinggi sebagai kemampuan mahasiswa secara mandiri dalam mencari informasi dan menggunakannya dengan tepat dan sesuai dengan etika informasi akademik.
Dalam perguruan tinggi proses belajar mahasiswa harus mampu membiasakan diri dengan cara baru dalam mengikuti pendidikan. Mahasiswa harus mencari sendiri, melatih diri dan menyerap materi yang diberikan dosen. Oleh karena itu dirasa sangat penting memberikan pelatihan atau kegiatan mengenai Literasi Informasi bagi Perpustakaan dan pustakawan pada suatu lembaga pendidikan tinggi.
Menurut ANZIL (Australia and New Zealand Institution for Information Literacy) menetapkan standar literasi informasi, bahwa orang yang melek informasi mampu :
-
Recognises the need for information and determines the nature and extent of the information needed; atau Mengenali kebutuhan informasi dan menentukan sifat dan jangkauan informasi yang dibutuhkan.
-
Finds needed information effectively and efficiently; atau Menemukan informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien.
-
Critically evaluates information and the information seeking process; atau Mengevaluasi secara kritis informasi dan proses pencarian informasi.
-
Manages information collected or generated; atau Mengelola informasi yang dikumpulkan atau yang dihasilkan
-
Applies prior and new information to construct new concepts or create new understandings; atau Menerapkan informasi baru atau lama untuk membangun konsep baru atau menghasilkan pemahaman baru; dan
-
Uses information with understanding and acknowledges cultural, ethical, economic, legal, and social issues surrounding the use of information. (Bundy, 2004); atau Menggunakan informasi dengan pemahaman dan memperhatikan/mempertimbangkan masalah budaya, etika, hukum dan sosial terkait penggunaan informasi.
Dan menurut Society of College, National and University Libraries, Inggris, ditetapkan 7 langkah dalam model literasi Seven Pillars yang ditujukan untuk kebutuhan perguruan tinggi, sebagai berikut :
-
Identify - Paham kebutuhan informasi
-
Scope - Tentukan jenis informasi, karakteristik, tantangan
-
Plan - Tentukan strategi pencarian, kata kunci
-
Gather - Lakukan pencarian, akses informasi
-
Evaluate - Relevansi, akurasi, pembandingan,
-
Manage - Kelola informasi, mengutip, susun bibliografi, tahu etika gunakan informasi
-
Present - Menyusun produk informasi dalam bentuk yang tepat dan menyajikan.
Menurut Asra (Azra, 1998), Budaya Literasi : Kegiatan Ilmiah yang Tereduksi Tak dapat dipungkiri bahwa ada kaitan antara lembaga pendidikan dan dunia intelektual. Keduanya sangat interaktif (saling mempengaruhi) dan interdependen (saling tergantung dan membutuhkan). Salah satu cara untuk membangun tradisi ilmiah di lingkungan perguruan tinggi adalah mengoptimalkan budaya literasi di kalangan mahasiswa (Volume 1, Desember 2010, 72) Kemajuan sebuah bangsa tercermin dari giat atau tidaknya budaya literasi masyarakatnya. Lebih jauh, salah satu indicator penilaian kualitas sains dalam suatu negara adalah jumlah artikel ilmiah yang dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.
Mempublikasikan tulisan kepada khalayak tentu saja bukan hanya tugas seorang akademisi, seperti dosen,tetapi juga harus dimulai dari kalangan mahasiswa sehingga kemajuan bangsa dapat mengalami percepatan. Penguasaan menulis juga harus diiringi dengan kegiatan membaca yang kontinu serta penguasaan bahasa asing yang mumpuni, khususnya Bahasa Inggris. Sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat maka mahasiswa juga berkewajiban menularkan kesadaran membaca itu kepada masyarakat sekitar. Bagaimanapun, masyarakat Indonesia secara umum belum memiliki kesadaran tinggi dalam membaca. Karena globalisasi telah menciptakan ruang aktualisasi yang luas, dunia akan memandang sebuah bangsa dari karya yang dihasilkannya. Robert A.Day mengatakan: “Scientist are measured primarily not by their dexterity in laboratory manipulations, not by their innate knowledge of their board or narrow scientific subjects, and certainly not by their wit or charm; they are measured,and (or remained unknown) by their publications.”
Perpustakaan perguruan tinggi merupakan institusi yang berperan penting bagi pertumbuhan dunia pendidikan tinggi. Dan secara historis peran penting tersebut adalah menyediakan berbagai sumber informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka potensialnya.
Peranan inilah yang salah satunya membuat perpustakaan perguruan tinggi selalu dianggap sebagai ‘jantung universitas’. Denyut nadi dinamikanya kehidupan akademis perguruan tinggi akan ditentukan oleh kontribusi perpustakaan sebagai sumber informasi dan pusat belajar mahasiswa. Selain itu peranan pustakawan di lembaga pendidikan Perguruan Tinggi menjadi penting, karena para dosen tidak memiliki waktu lagi untuk mengajarkan literasi informasi apalagi dengan menggunakan dan memanfaatkan e-resources.
Literasi informasi harus dimiliki oleh semua orang termasuk pustakawan yang memegang peranan strategis dalam mengajarkan literasi informasi. Google telah menjadi istilah domain publik “now everything is in google, why we do need library?” Pencari informasi di era digital merasa nyaman googling di internet dan kurang menganggap penting skill dalam memanage kuantitas ataupun kualitas e- resources. Mereka berharap menemukan sejumlah besar informasi dengan cepat dan mudah tanpa menyadari bahwa ada beberapa situs yang diragukan validitas informasinya. Menurut Kate Manuel (2002) dalam Wamken, (2004) :
“Teaching Information Literacy to Generation Y, “noting that students’ ease with computers can hinder the mastery of information literacy skills because those students overestimate their ability to effectively search for and access information. The difficulty of this situation is further compounded by the Internet’s making so much information available that students believe research is less complicated than it actually is.”
Literasi informasi dan dunia pendidikan tinggi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu pendidikan tinggi harus menciptakan peserta didik yang memiliki kemampuan literasi informasi untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar. Ketika seseorang memasuki bangku perkuliahan, mahasiswa akan menghadapi situasi dan tuntutan akademis yang lebih berat dan sangat berbeda dari sistem pembelajaran sebelumnya. Jika sebelumnya dalam proses belajarnya hanya cenderung mendapatkan informasi dari guru sebagai sumber informasi, di perguruan tinggi harus dapat menyesuaikan diri dengan metode belajar yang langsung berhubungan dengan sumber-sumber informasi. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk meningkatkan kecakapan dan pengetahuan agar dapat menemukan dan memanfaatkan informasi yang diperlukan. Untuk itu setidaknya perguruan tinggi perlu memberikan rangsangan atau kegiatan secara sadar dan terencana yang mampu menciptakan gairah mahasiswa berpikir kritis dengan aktif mencari bahan belajar dan informasi- informasi yang dibutuhkan. Kegiatan-kegiatan untuk bertindak secara aktif tersebut pada akhirnya akan mempersiapkan mahasiswa menjadi pembelajar yang mandiri. Hal ini sesuai dengan maksud pendidikan nasional sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa perguruan tinggi perlu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang baik sehingga mahasiswa dapat secara aktif mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan maksimal.
Mahasiswa yang memiliki kemampuan literasi informasi akan menjadi individu pembelajar mandiri, sehingga mereka mampu mengelola informasi dan mengembangkan informasi yang diperolehnya tersebut sesuai dengan bidang kajiannya masing-masing. Mahasiswa yang menjadi individu pembelajar mandiri akan mampu menggunakan berbagai sumber-sumber informasi untuk meluaskan cakrawala dan pengetahuan, serta mempertajam kemampuan daya berpikir kritis mereka dengan lebih jauh.
Dan sebagai seorang pengelola perpustakaan, pustakawan dituntut tidak hanya terampil mengurusi buku namun juga dituntut untuk bisa menguasai teknologi informasi (TI). Dengan menguasai teknologi informasi pustakawan akan menguasai penelusuran literasi informasi. Dengan keterampilan yang dimiliki pustakawan akan bisa membimbing dan mengajari pengguna perpustakaan untuk menemukan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan.