Refleksi adalah pencerminan atau bayangan suatu bentuk yang diperoleh dengan “membalikkan” terhadap garis tertentu (sumbu cermin). Refleksi juga termasuk salah satu isometri yaitu suatu transformasi yang mempunyai sifat mengawetkan jarak antar dua titik. Refleksi juga dapat ditemukan dikehidupan sehari-hari dan berhubungan erat dengan budaya dan konservasi, misalnya dikehidupan orang sunda.
Refleksi dalam budaya sunda tidak hanya tampak pada bentuk luar, melainkan juga mengandung makna yang lebih dalam. Pada rumah adat sunda seperti Jolopong dan Parahu Kumureb, bentuk atap yang simetris tidak sekadar soal fungsi, tetapi menjadi lambang keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Pandangan ini sejalan dengan falsafah hidup orang Sunda, yaitu silih asih, silih asah, silih asuh yang menekankan pentingnya hidup rukun dan selaras.
Dalam karya seni ukir maupun kerajinan kayu, pola simetris dengan hiasan flora atau fauna menegaskan prinsip keseimbangan sekaligus menghadirkan keindahan. Bagi orang Sunda, harmoni visual itu tidak hanya enak dipandang, tetapi juga menjadi wujud penghormatan terhadap alam. Hal yang sama juga terlihat dalam peribahasa seperti “Siga cai dina daun taleus” yang mengingatkan agar manusia tetap jernih hati dan tidak mudah terpengaruh hal buruk.
Pandangan tentang refleksi juga erat kaitannya dengan cara orang Sunda menjaga alam. Merusak hutan, misalnya, akan berbalik membawa bencana seperti banjir atau longsor, sedangkan melestarikannya akan memberi manfaat berupa udara segar, air bersih, dan tanah yang subur. Melalui tradisi seperti Leuweung Larangan dan Sirah Cai, masyarakat Sunda menunjukkan kesadaran bahwa alam yang dijaga dengan baik akan menjamin kelestarian hidup bersama.