Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak secara eksplisit membedakan jaminan sosial antara karyawan shift dan non-shift. Prinsip dasar jaminan sosial, seperti jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan, berlaku untuk semua karyawan tanpa memandang pola kerjanya. Namun, perbedaan muncul dalam pengaturan waktu kerja dan risiko yang dihadapi. Karyawan non-shift umumnya bekerja mengikuti waktu kerja standar, yaitu 7 jam per hari selama 6 hari kerja atau 8 jam per hari selama 5 hari kerja, dengan maksimal 40 jam per minggu. Sementara itu, karyawan shift bekerja berdasarkan pola kerja yang bergantian, termasuk kemungkinan bekerja malam. Kerja malam, yang berlangsung antara pukul 23.00 hingga 07.00, memerlukan pemberian kompensasi tambahan berupa insentif khusus atau fasilitas tertentu sesuai ketentuan. Selain itu, karyawan shift, terutama yang bekerja malam hari, berpotensi menghadapi risiko kerja yang lebih tinggi, sehingga jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kesehatan menjadi sangat penting untuk mereka. Dengan demikian, meskipun hak atas jaminan sosial antara kedua jenis karyawan sama, kebutuhan tambahan terkait pola kerja shift memengaruhi implementasi hak-hak tersebut.